Biografi Mahmud Syaltut

Advertisemen
Beliau dilahirkan pada tahun 1893 di desa Munyah, bani Mansur, provinsi Buhairah, Mesir, dan wafat pada tahun 1963. Semenjak kecil, sudah menperlihatkan kesungguhanya dalam mempelajari Islam. Hal ini di dorong oleh kondisi keluarganya yang sangat religius dan saleh. Pendidikan formalnya berawal dari Mahad Iskadariyah pada tahun 1906 dan mendapatkan gelar S1 pada tahun 1918. Setelah itu dia mengajar di almamaternya selama beberapa tahun kemudian pindah ke universitas al Azhar. Di sini ia menduduki jabatan penting, seperti wakil Syaik al Azhar, sampai pada akhirnya diangkat menjadi syaik al Ashar pada tanggal 13 oktober 1958.

Dalam percaturan intelektual, Syaltut di kenal sebagai tokoh dan cendekiawan yang menpunyai tipologi seorang mujtahid dan mujaddid dengan pemikiran islam moderat dan fleksibel, dalam mengkaji suatu masalah , dia selalu mengunakan pendekatan naql dan aql. Hal demikian lalu dikonvergasikan dengan penajaman pandangan dan menimbang apa yang telah menjadi keputusan para ulama sebelumnya, kemudian dipertimbangkan untuk menjadi keputusan hukum. Karena itu tak jarang , ia berbeda dengan ulama lain. Dalam upaya mengkontektualisi Islam, Syaltut mencoba merumuskan suatu yang memudahkan umat Islam. Formulasi itu secara singkat dapat dijelaskan dalam pandangannya , bahwa Islam merupakan agama yang tidak pernah tertinggal oleh dinamika zaman dan arena, akan selalu kontekstual dengan zamanya.

Syaltut dengan gagasannya yang demikian, selalu mendorong umat Islam memahami Islam secara kaffah dan diamalkan dengan mudah, bukan berangkat dari pemaksaan , tetapi berangkat dari kemanusian , ketuhanan dan semangat ketatan. Pengabdian manusia pada Tuhan Islam, harus dimanesfestasikan dan dipolakan dalam betuk yang dinamis, fleksibel, dan dewasa. Sehingga Islam sebagai rahmatanlil’alamin dan salih likulli zaman wal al makan, benar-benar mewarnai dalam semua tatanan kehidupan manusia. Diantara karya monumentalnya adalah islam aqidah wal asy Syari’ah , Tafsir al Qur’an al Karim dan fatawa al Mua’asirah.

Advertisemen

Related Posts

Baca Tulisan Lainnya ini