Kaidah Fikih adalah kaidah yang digunakan oleh para ahli hukum dalam menetapkan hukum sebuah perkara. Ada banyak kaidah Fikih yang bisa dipelajari dalam cabang ilmu yang biasa disebut dengan Qawa'idul Fiqhiyyah. Diantara kaidah-kaidah itu ada dua kaidah yang saling berkebalikan.
Kaidah yang pertama
اَلْأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّوْقيفُ والإِتِّبَاعُ
(Pada dasarnya dalam ibadah harus menunggu (perintah) dan mengikuti).
atau kaidah yang berbunyi:
اَلْأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيلٌ عَلَى الأَمْرِ
(Pada dasarnya dalam ibadah semuanya batal, sehingga ada dalil yang memerintahkannya).
Ini menunjukan bahwa dalam perkara-perkara ibadah, khususnya ibadah-ibadah yang mahdah harus mengikuti apa yang diperintahkan, tidak boleh membuat tata cara beribadah sendiri. Shalat harus sesuai apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah, demikian pula seperti puasa dan haji.
Kaidah kedua
Berbeda halnya dengan kaidah yang berbunyi:
اَلْأَصْلُ فِي العُقُوْدِ والمُعَاملاَتِ الصِّحَّةُ حـَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى البُطْلاَنِ والتَّحْريم
Pada dasarnya semua akad dan muamalat hukumnya sah sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya.
Dalam bidang ibadah seorang muslim hanya boleh melakukan apa yang diperintahkan saja, sedangkan dalam bidang muamalat sebaliknya, seorang muslim boleh melakukan apa saja selama tidak ada dalil (Al-Qur'an dan Sunnah) yang melarangnya. Pengertian muamalat sendiri adalah hubungan dan pergaulan antara sesama manusia dalam hal harta benda seperti jual-beli, sewa, gadai dan lainnya. Sehingga pada dasarnya semua akad dan transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya syah selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syara'.
Add Comments