Fikih: Menemukan Barang Bolehkah Diambil

Advertisemen

Terkadang kita saat berjalan-jalan atau sedang beraktivitas tertentu, menemukan barang yang tidak diketahui pemiliknya. Apakah kita sebagai seorang muslim boleh mengambilnya? pertanyaan ini dapat dijawab dengan cara memahami fikih tentang luqathah (barang temuan). Kita dapat menemukan banyak informasi tentang Luqathah ini melalui mesin pencari. Namun demikian kami akan mencoba sedikit merangkum dari berbagai pembahasan yang telah ada di internet. Jadi jika Anda masih merasa kurang memahami apa yang dimaksud dengan luqathah dan hukumnya anda dapat mencari pembahasan lainya di tempat lain, sehingga dapat memahami fikih luqhatah secara luas.


Pengertian Luqathah

Secara bahasa Luqathah berati sesuatu yang ditemukan. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. Al-Qashash : 8)

Sedangkan secara syar'i di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj disebutkan adalah : segala benda yang ditemukan di tempat yang tidak dikuasai seseorang, baik berbentuk harta mapun barang, yang hilang dari pemiliknya, karena lengah atau terjatuh, dimana barang itu bukan milik kafir harbi, sedangkan orang yang menemukannya tidak mengenal siapa pemiliknya".

Hukum-hukum Luqathah

luqathah berbentuk sesuatu yang tidak ada harganya

Jika luqathah berbentuk sesuatu yang tidak ada harganya dalam arti tidak begitu diminati manusia, misalnya sebutir kurma, atau sebutir biji gandum, atau kain usang atau cambuk, atau cemeti, maka orang Muslim diperbolehkan memungutnya dan memanfaatkannya sejak saat itu juga. Ia tak wajib mengumumkannya kepada khalayak ramai dan tidak juga harus menjaganya. Dari Jabir Rodhiyallahu 'Anhu berkata, "Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi keringanan kepada kita tentang tongkat, cemeti, tali dan sejenisnya. Itu semua boleh dipungut dan memanfaatkannya." [Diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud. Sanad hadits ini cacat, namun jumhur ulama mengamalkannya. Imam Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al-Luqathah, hadits no 2460, hal. 1163]. 

barang yang remeh atau murah harganya

Imam Syaukani mengatakan, "Jika suatu barang temuan (al-luqathah) adalah barang yang remeh atau murah harganya (yang diistilahkan al-muhaqqirat), maka barang itu boleh dimiliki oleh penemunya, setelah diumumkan selama 3 (tiga) hari" (Imam Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al-Luqathah, hal. 1163).

Hadits di atas merupakan dalil bolehnya memiliki barang-barang yang remeh secara langsung (fi al-hal). Namun hadits-hadits yang mutlak ini telah di-taqyid (diberi pembatasan, persyaratan) oleh hadits-hadits lain yang mensyaratkan pengumuman (ta’rif) barang temuan yang remeh oleh penemunya selama tiga hari. 
Dalam kondisi demikian berlakulah kaidah ushuliyah : "Yuhmalul muthlaq ‘ala al-muqayyad" yang berarti bahwa dalil yang mutlak (tanpa pembatasan, persyaratan) haruslah dibawa pada dalil yang muqayyad (terdapat pembatasan, persyaratan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul al-Fiqh Al-Islami, Juz I hal. 210).

Ya’la bin Marrah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menemukan barang temuan yang remeh berupa tali, uang satu dirham, atau yang semisal itu, maka hendaklah dia mengumumkannya selama tiga hari. Jika barang temuan itu lebih daripada itu, hendaklah dia mengumumkannya selama enam hari." (HR Ahmad, Thabrani, Baihaqi) (Imam Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al-Luqathah, hal. 1163).

Abu Said RA meriwayatkan bahwa Ali datang kepada Nabi SAW membawa uang satu dinar yang dia temukan di pasar. Maka berkatalah Nabi SAW, "Umumkanlah uang itu tiga hari." Ali pun mengerjakan perintah Nabi SAW tapi Ali tidak mendapatkan orang yang mengenali uang itu. Maka Nabi SAW bersabda,"Makanlah uang itu." (HR Abdur Razaq) (Imam Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al-Luqathah, hal. 1163). 

Dari hadits-hadits di atas, Imam Syaukani –rahimahullah-- berkata, "Maka penemu tidak boleh memanfaatkan barang yang remeh, kecuali setelah dia umumkan temuannya selama tiga hari, karena hadits yang mutlak harus dibawa kepada yang muqayyad." [fa-laa yajuuzu li al-multaqith an yantafi’a al-haqiir illa ba’da at-ta’riif bihi tsalaatsan hamlan li al-mutlaq ‘ala al-muqayyad]. (Imam Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al-Luqathah, hal. 1163) 

luqathah berbentuk sesuatu yang berharga

Jika luqathah berbentuk sesuatu yang berharga dan diminati kebanyakan orang, maka multaqith (pemungut) harus mengumumkannya selama setahun penuh. Dalam jangka waktu setahun tersebut, ia umumkan di pintu-pintu masjid, atau di tempat-tempat umum atau di koran atau di radio. Jika pemiliknya datang kepadanya kemudian menyebutkan tempatnya beserta isinya, atau jumlahnya, atau ciri -cirinya, ia harus memberikannya kepada orang tersebut. Jika pemiliknya tidak datang kepadanya setelah setahun, ia boleh memanfaatkannya, atau bersedekah dengannya, namun dengan niat menggantinya jika pada suatu hari pemiliknya datang untuk memintanya. 
"Dari Zaid bin Khalid:sesungguhnya Nabi SAW, ditanya tentang Luqathah (Barang temuan) emas dan perak, maka Nabi SAW. bersabda:Hendaklah engkau ketahui tempatnya dan ikatanya, kemudian beritahukanlah selama satu tahun, maka jika datang yang mempunyainya, maka berikanlah kepadanya, dan kecuali apabila sudah satu tahun tidak datang, maka terserah kepadanya."(HR.Bukhari dan Muslim)

Selain itu ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu artinya : "Siapa yang menyimpan barang yang hilang maka ia termasuk sesat kecuali apabila ia memberitakan kepada umum dengan permberitahuan yang luas"

Bagaimana dengan Harta Karun?

Dalam fikih, harta karun tidak sama dengan barang temuan(luqhatah).  Harta Karun atau harta terpendam dikenal dengan istilah Ar-Rikaz. Biasanya pembahasannya bersamaan dengan masalah barang tambang (Al-Ma’din). Perbedaan utama antra ar-Rikaz dan luqathah adalah tempat ditemukannya. Luqhatah ditemukan di tempat yang mudah dilihat oleh mata, sedangkan rikaz biasanya tersembunyi dan tidak mudah ditemukan.

Advertisemen

Related Posts

Baca Tulisan Lainnya ini