Dikisahkan bahwa seorang dari pedalaman Arab datang ingin menghadap Umar bin Khattab. Orang itu berharap Umar akan memberikan nasehat dan jalan keluar atas persoalan rumah tangga yang tengah dihadapinya. Ia membawa segudang pengaduan atas perilaku isterinya.
Berharap pula Umar sebagai khalifah mau memberi pelajaran kepada isterinya yang dinilainya sudah sangat keterlaluan. Sebagai suami ia merasa sudah tidak punya harga diri. Selalu saja menjadi objek omelan dan tajamnya lidah sang isteri.
Hingga sampai di muka pintu rumah khalifah Umar, pria itu ragu berdiri di depan pintu menunggu Umar keluar sebab ia mendengar istri Umar bersuara keras pada suaminya dan membantahnya sedangkan Umar diam tidak membalas ucapan istrinya.
Pria itu lalu berbalik hendak pergi, sambil berkata, “Jika begini keadaan Umar dengan sifat keras dan tegasnya dan ia seorang amirul mukminin, maka bagaimana dengan keadaanku ?”.
Umar keluar dan ia melihat orang itu hendak berbalik dan pergi dari pintu rumahnya seraya memanggil pria itu dan berkata, “Apa keperluanmu wahai pria?”
“Wahai Amirul Mukminin, semula aku datang hendak mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikapnya yang membantahku. Lalu aku mendengar istrimu berbuat demikian, maka aku pun kembali sambil berkata, “Jika demikian keadaan amirul mukminin bersama istrinya, maka bagaimana dengan keadaanku ?”
Mendengar keluhan pria itu atas dirinya dan apa yang dialaminya sendiri, Umar berkata, “Wahai saudaraku. Sesungguhnya aku bersabar atas sikapnya itu karena hak-haknya padaku. Dia yang memasakkan makananku, yang membuatkan rotiku, yang mencucikan pakaianku, yang menyusui anak-anaku dan hatiku tenang dengannya dari perkara yang haram. Karena itu aku bersabar atas sikapnya”.
Jawaban Umar membuat pria tercenung kemudian berkata : “Wahai Amirul Mukminin, demikian pula istriku”. ”Karena itu, Bersabarlah atas sikapnya wahai saudaraku …” Gagahnya Umar tiada yang menyangkal, demikian pula ketegasannya dalam bersikap.
sumber copas:http://protokolneraka.tk/tag/umar-bin-khattab/
Berharap pula Umar sebagai khalifah mau memberi pelajaran kepada isterinya yang dinilainya sudah sangat keterlaluan. Sebagai suami ia merasa sudah tidak punya harga diri. Selalu saja menjadi objek omelan dan tajamnya lidah sang isteri.
Hingga sampai di muka pintu rumah khalifah Umar, pria itu ragu berdiri di depan pintu menunggu Umar keluar sebab ia mendengar istri Umar bersuara keras pada suaminya dan membantahnya sedangkan Umar diam tidak membalas ucapan istrinya.
Pria itu lalu berbalik hendak pergi, sambil berkata, “Jika begini keadaan Umar dengan sifat keras dan tegasnya dan ia seorang amirul mukminin, maka bagaimana dengan keadaanku ?”.
Umar keluar dan ia melihat orang itu hendak berbalik dan pergi dari pintu rumahnya seraya memanggil pria itu dan berkata, “Apa keperluanmu wahai pria?”
“Wahai Amirul Mukminin, semula aku datang hendak mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikapnya yang membantahku. Lalu aku mendengar istrimu berbuat demikian, maka aku pun kembali sambil berkata, “Jika demikian keadaan amirul mukminin bersama istrinya, maka bagaimana dengan keadaanku ?”
Mendengar keluhan pria itu atas dirinya dan apa yang dialaminya sendiri, Umar berkata, “Wahai saudaraku. Sesungguhnya aku bersabar atas sikapnya itu karena hak-haknya padaku. Dia yang memasakkan makananku, yang membuatkan rotiku, yang mencucikan pakaianku, yang menyusui anak-anaku dan hatiku tenang dengannya dari perkara yang haram. Karena itu aku bersabar atas sikapnya”.
Jawaban Umar membuat pria tercenung kemudian berkata : “Wahai Amirul Mukminin, demikian pula istriku”. ”Karena itu, Bersabarlah atas sikapnya wahai saudaraku …” Gagahnya Umar tiada yang menyangkal, demikian pula ketegasannya dalam bersikap.
sumber copas:http://protokolneraka.tk/tag/umar-bin-khattab/
Add Comments