Shalat kusuf dan Khusuf

Advertisemen

Shalat Gerhana Bulan Dan Gerhana Matahari (Kusuf dan Khusuf)

Kusuf dan khusuf adalah satu macam, dan semuanya adalah gerhana, dan pendapat yang paling mashur menkhususkan kusuf untuk gerhana matahari, Khusuf diperuntukkan untuk gerhana matahari, hukum shalat gerhana adalah sunat istimewa, boleh berjamaah dan boleh tidak, tata caranya :

Tata Cara Shalat Kusuf Khusuf

  1. Sekurang-kurangnya dua raka’at sebagaimana shalat yang lainnya.
  2. Hendaknya takbir dengan niat shalat gerhana, kemudian membaca fatehah, rukuk, berdiri kembali ,dan membaca fatehah, kemudia rukuk satu kali lagi i’tidal, sujud dua kali, ini terhitung satu rakaat. Kemudian dilanjutkan seperti satu rakaat sepeti rakaat yang pertama. Jadi, salat gerhana ini dua rakaat denagan empat kali rukuk, empat kali berdiri dan menbaca fatehah , dan empat kali sujud
Cara yang ketiga adalah seperti yang kedua, hanya berdirinya agak lama dengan menbaca surat yang panjang ,dan rukuk yang ama pula. Bacaan salat gerhana ialah dengan bacaan yang keras, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari. Sesudah salat gerhana selesai disunatkan untuk berkhotbah menberi nasehat kepada umum yang menjadi kepentingan pada waktu itu, menyuruh mereka tobat dari perbuatan yang berdosa.


Tata Cara Shalat Gerhana Bulan Dan Gerhana Matahari (Kusuf dan Khusuf):


  1. Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.

  2. Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).

  3. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.

  4. Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.

  5. Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.

  6. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.

  7. Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.

  8. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.


Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu mendirikan shalat bersama orang banyak. Beliau berdiri dalam shalatnya dengan memanjangkan lama berdirinya, kemudian ruku’ dengan memanjangkan ruku’nya, kemudian berdiri dengan memanjangkan lama berdirinya, namun tidak selama yang pertama.

Kemudian beliau ruku’ dan memanjangkan lama ruku’nya, namun tidak selama rukuknya yang pertama. Kemudian beliau sujud dengan memanjangkan lama sujudnya, beliau kemudian mengerjakan rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat yang pertama. Saat beliau selesai melaksanakan shalat, matahari telah nampak kembali.

Kemudian beliau menyampaikan khutbah kepada orang banyak, beliau memulai khutbahnya dengan memuji Allah dan mengangungkan-Nya, lalu bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak terjadi gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka banyaklah berdoa kepada Allah, bertakbirlah, dirikan shalat dan bersedekahlah.” Kemudian beliau meneruskan sabdanya: “Wahai ummat Muhammad! Demi Allah, tidak ada yang melebihi kecemburuan Allah kecuali saat Dia melihat hamba laki-laki atau hamba perempuan-Nya berzina. Wahai ummat Muhammad! Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis.” (HR. Al-Bukhari no. 1044 dan Muslim no. 1499)


“Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diserukan: “Ashshalaatul jaami’ah (shalat secara berjamaah).” (HR. Al-Bukhari no. 1045)


Tidak ada azan dan iqamah sebelumnya, yang ada hanyalah seruan untuk shalat berjamaah. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Amr di atas.

Hadits-hadits yang datang dalam masalah ini menerangkan pelaksanaan shalat gerhana ini disunnahkan untuk dikerjakan secara berjamaah.

Boleh bagi wanita untuk menghadiri shalat gerhana di masjid berdasarkan amalan Aisyah radhiallahu anha yang tersebut dalam riwayat Al-Bukhari no. 1053 dan Muslim no. 905. Jika dikhawatirkan akan terjadi fitnah, maka hendaknya para wanita mengerjakan shalat gerhana ini sendiri-sendiri di rumah mereka berdasarkan keumuman perintah mengerjakan shalat gerhana.

Disunnahkan untuk dikerjakan di masjid berdasarkan hadits Abu Bakrah di atas dan selainnya.

Waktu pelaksanaannya dimulai sejak mulainya gerhana dan akhirnya hingga matahari/bulan itu tampak kembali secara sempurna. Karenanya shalat yang dikerjakan di antara kedua waktu ini sudah dinamakan sebagai shalat gerhana, walaupun selesainya tidak bertepatan dengan selesainya gerhana.

Disunnahkan adanya khutbah setelah shalat gerhana berdasarkan hadits Abu Bakrah dan Aisyah radhiallahu anhuma di atas.
Advertisemen

Related Posts

Baca Tulisan Lainnya ini