Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an dan Sunnah
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang berbeda dengan sistem-sistem (modern) yang ada saat ini, baik yang berorientasi ke kanan atau ke kiri atau yang dikenal dengan sistem Materialis dan Sosialis. Islam berbeda dengan keduanya secara menyeluruh dalam berbagai segi, apalagi Islam lebih mendahului keduanya lebih dari 12 abad yang lalu.Islam dan Materialisme
Sistem ekonomi Materialis tegak di atas pengkultusan terhadap kebebasan individu dan terlepas dari segala ikatan. Setiap individu bebas memiliki, mengembangkan dan menafkahkan dengan berbagai sarana yang dimiliki tanpa adanya aturan dan pembatasan.Adapun hak masyarakat atas hartanya dan di dalam pengawasannya serta perhitungan atas pemilikannya, pengembangan dan pendistribusiannya, adalah hak yang lemah, bahkan hampir tidak memiliki pengaruh apa-apa. Sementara dari hati nurani mereka tidak lagi memiliki rasa pengawasan dan tanggung jawab yang menjadikannya menghormati kebenaran dan memeliharanya. Bahkan setiap saat mereka berusaha sedapat mungkin untuk lolos dari pengawasan hukum.
Adapun Islam, sungguh telah kita lihat bahwa dia meletakkan batas-batas atas pemilikan (hak milik) dan karya, juga batas-batas dalam pengembangan, pengeluaran dan pembelanjaannya. Islam menentukan batas-batas atas pemilikan, yang sebagiannya bersifat selamanya dan sebagian lagi bersifat sementara. Islam juga menghapus bentuk pemilikan yang diharamkan dan melarang riba, menimbun, menipu dan yang lainnya dari segala sesuatu yang menafikan (mengesampingkan) akhlaq dan bertentangan dengan kemaslahatan umum. Islam juga menjadikan hati nurani seorang Muslim untuk selalu melihat Al Khaliq Allah SWT, sebelum makhluq-Nya dalam setiap permasalahan. Dialah yang menjaga dan mengawasi pertama kali untuk memelihara hak-hak tersebut dari pemilik harta yang sesungguhnya. Dia-lah Allah SWT.
Islam juga memberi hak kepada seorang hakim syar'i yang melaksanakan hukum Allah untuk mencabut pemilikan seseorang, apabila ternyata memang bertentangan dengan kemaslahatan umum. Demikian juga Islam memberi wewenang kepadanya untuk tidak memberikan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya dan orang yang menghambur-hamburkan harta serta menahan mereka untuk tidak mempergunakan harta yang pada hakekatnya merupakan harta masyarakat atau harta Allah menurut prinsip "Istikhlaf" (amanah), sebagaimana yang telah kami terangkan sebelum ini.
Islam dan Sosialisme
Jika faham Ekonomi Materialis Liberal mengkultuskan kebebasan individu sampai batas yang telah kita sebutkan maka faham Ekonomi Sosialis juga memiliki pandangan tersendiri, antara lain sebagai berikut:Sistem ekonomi Sosialis menghilangkan pemilikan individu dan kebebasannya dan menganggap semua kekayaan itu sebagai perisai pemerintahan. Prinsip ini sangat diagung-agungkan oleh masyarakat sebagai perwakilan dari negara.
Individu dalam sistem ini tidak berhak memiliki tanah, pabrik pekarangan atau yang lainnya dari sarana produksi, tetapi ia wajib bekerja sebagai karyawan pemerintah sebagai pemilik segala sumber produksi dan yang berhak mengoperasikannya. Pemerintah juga melarang seseorang untuk memiliki modal harta meskipun melalui prosedur yang halal.
Adapun dalam Islam kita mengetahui bahwa dia menghargai hak milik pribadi, karena itu termasuk konsekuensi fitrah dan termasuk bagian dari kebebasan (kemerdekaan). Bahkan termasuk sifat dasar kemanusiaan, karena hak milik pribadi itu merupakan motivasi yang paling kuat untuk merangsang produktivitas dan meningkatkannya. Islam tidak membedakan antara sarana produksi dan yang lainnya, tidak pula membedakan antara pemilikan besar atau kecil, selama ia memperolehnya dengan cara yang sah menurut syari'at.
Sesungguhnya faham Sosialis Marxisme itu tegak di atas perang antar golongan dan mengobarkan api permusuhan antar golongan yang satu dengan yang lainnya dengan mempergunakan sarana kekerasan yang penuh pertumpahan darah. Sehingga pada akhirya seluruh golongan itu hancur, kecuali satu golongan yaitu kaum "Proletar" termasuk di dalamnya kaum buruh rakyat kecil.
Padahal yang sebenarnya menang bukanlah dari kalangan buruh, tetapi sekelompok manusia yang bekerja di partai dan militer yang berkuasa atas nama golongan buruh di segala bidang dan melarang sebagian besar penduduk dari segala sesuatu.
Oleh karena itu akhir penjelasan dari Karl Marx adalah, "Wahai kaum buruh sedunia bersatulah!" untuk melawan kelompok-kelompok lainnya.
Adapun Islam, aturan dan falsafahnya tegak di atas persaudaraan antar manusia dan menganggap mereka semuanya satu keluarga dan memperbaiki hubungan di antara mereka apabila terjadi ketidakberesan. Islam menganggap hal itu lebih mulia daripada shalat atau puasa sunnah. Maka jelaslah perbedaan antara orang yang mengajak para buruh untuk bersatu melawan yang lainnya dengan orang yang mengajak manusia seluruhnya untuk bersaudara dan menjalin cinta kasih sesama mereka. Nabi SAW bersabda:
"Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Ahmad dan Muslim)
Faham Sosialis Marxis selalu diliputi oleh tekanan politik, dan teror pemikiran serta berbagai pelarangan terhadap kebebasan. Mereka menyembunyikan aspirasi kelompok-kelompok yang menentang sistem dan menuduh setiap kelompok oposisi sebagai sikap primitif, kontra revolusi, pengkhianat atau dengan tuduhan yang lainnya. Sama saja sejak masa "Lenin" sampai hari ini. Dan Lenin pernah menulis kepada salah seorang sahabatnya, ia mengatakan, "Sesungguhnya tidak mengapa membunuh tiga perempat penduduk dunia agar sisanya seperempat menjadi Sosialis."
Adapun Islam itu tegak di atas dasar musyawarah, dan menjadikan nasihat pemerintah itu termasuk inti ajarannya, dan mendidik masyarakat untuk menyelamatkan orang yang berbuat kejahatan dengan lembut dan beramar ma'ruf nahi munkar serta memperingatkan ummat apabila melihat orang yang zhalim, kemudian bila mereka tidak memegang kedua tangannya (mencegahnya) maka Allah akan menyegerakan siksa untuk mereka dari sisi-Nya.
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Cetakan Pertama Januari 1997
Citra Islami Press
Add Comments