Secara etimologis kata dakwah ( دعو ة ) bisa diartikan menjadi seruan, ajakan atau undangan. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk infinitif (masdar) dari kata kerja ( فعل ) da'aa ( دعا ) yad'uu ( يدعو ) kata dakwah ini sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai bahasa Indonesia. Secara harfiah kata dakwah ( دعوة ) bisa diterjemahkan menjadi seruan, ajakan atau undangan.
Ammrullah Achmad berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan agama. Pola kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam terma agama, dakwah mengandung arti panggilan dari Allah dan Nabi Muhammad Saw untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mengamalkannya dalam segala segi kehidupan (Achmad, 1983: 6-7).
Adapun Kaidah-kaidah dakwah yang harus dimiliki seorang dai adalah sebagai berikut : (Abdul Aziz, 2005 : 176-384)
1. Memberi keteladanan sebelum berdakwah
Perjalanan hidup Rasulullah Saw (sirah nabawiyah) menceritakan kepada kita tentang kepribadian manusia yang telah dimuliakan oleh Allah SWT, dengan risalah sehingga beliau menjadi tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman bahkan menjadi tokoh idola bagi umat manusia dalam kehidupan baik sebagai pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Mengikat hati sebelum menjelaskan
Sesungguhnya dakwah itu tegak di atas hikmah, yang salah satu maknanya adalah muqtadhal haal (menyesuaikan keadaan) Ali bin Abi Tholib mengatakan : “Sesungguhnya hati manusia itu kadang-kadang menerima dan kadang-kadang menolak, maka apabila hati bawalah dia untuk melakukan nawafil (amalan-amalan sunnah) dan apabila hati itu sedang menolak, maka pusatkanlah (cukupkanlah) untuk melakukan faraidh (yang wajib-wajib)”
3. Mengenal sebelum memberi beban
Abdul Aziz (2000: 294) menyatakan bahwa setiap dakwah harus melampaui tiga tahapan yaitu : (1) tahapan mengenal pola pikir, (2) tahapan pembentukan selaksi pendukung dan kaderisasi serta pembinaan anggota dakwah, (3) tahapan aksi dan aplikasi.
Apabila seorang dai tidak mengetahui tahapan yang sedang dilalui dan dimana dia sedang berinteraksi dengan mad’u niscaya dia akan mencampur adukkan antara yang satu dengan yang lainnya karena setiap marhalah itu memiliki karakter dan tuntunan serta uslub dakwahnya
tersendiri. Meski bisa saja ketiga marhalah tersebut berjalan secarabersamaan artinya saling mendukung. Memang seorang dai itu tugas pokoknya adalah mengenalkan dakwah kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama ia juga harus memilah dan memilih mad’u dan yang sama juga harus mampu mentakwim dan menata meraka dalam lapangan amal.
4. Bertahap dalam pembebanan
Segala perintah dan larangan yang berkaitan dengan salah satu kaidah tashawwur imani masalah negatif aqidah sejak awal Islam bersikap dengan sikap tegas akan tetapi jika perintah dan larangn itu berkaitan dengan tradisi adab atau kondisi sosial yang sulit maka Islam bersikap
lunak dan menyelesaikan masalah itu dengan mudah dan memudahkan.
Bertahap serta mempersiapkan situasi dan kondisi untuk menerapkannya seperti diharamkannya khamar dan minuman keras, perjudian, perbudakan dan yang lain-lainnya. Prinsip tadarruj (bertahap) ini merupakan prinsip-prinsip asasi dalam berdakwah hingga manusia memahami manusia itu sesuai degan kemampuan akalnya dan menerima dengan hatinya (Abdul Aziz, 2000: 295)
5. Memudahkan bukan menyulitkan
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw bersabda :
يسِّرا و َ لاتعسِّرا وبشِّرا و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat orang lari.”(HR. Bukhari)
6. Yang pokok sebelum yang cabang
Seorang dai dalam menyampaikan suatu ceramah hendaknya yang pokok-pokok dahulu atau ibadah-ibadah wajib dahulu sebelum menyampaikan ibadah sunah.
7. Membesarkan hati sebelum memberi ancaman
يسِّرا و َ لا تعسِّرا وبشِّرا و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat
orang lari.”(HR. Bukhari)
8. Memahamkan bukan mendekte (asal perintah)
Inilah sebetulnya tugas utama seorang dai yaitu memahamkan umat tentang ajaran-ajaran Islam, bukan hanya mendekte (asal perintah).
9. Mendidik bukan menelanjangi
Seorang dai mempunyai peran yang komplek, biasa sebagai seorang bapak, murobbi dan guru, sehingga dengan bebarapa peran tersebut seorang dai harus bisa mendidik mad’unya (umat), sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
10. Muridnya guru, bukan muridnya buku
Dalam menyampaikan pesan seorang dai rujukan pertama bukanlah buku, tapi ilmu-ilmu yang ia dapatkan dari gurunya.
Diantara kesalahan paling medasar yang dilakukan oleh sebagian dai muda adalah mengambil nash-nash Al Qur’an maupun hadits secara langsung dan berguru kepada buku tanpa merujuk pada orang alim yang membidangi hal itu
(Disadur dari: Muhammad Haezan,"DAKWAH RASULULLAH SAW MENURUT HISTORY ISLAM (Periode Mekah-Madinah)", Skripsi, Jurusan Dakwah dan Komunikas, STAIN Surakarta, 2008. )
Ammrullah Achmad berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan agama. Pola kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam terma agama, dakwah mengandung arti panggilan dari Allah dan Nabi Muhammad Saw untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mengamalkannya dalam segala segi kehidupan (Achmad, 1983: 6-7).
Adapun Kaidah-kaidah dakwah yang harus dimiliki seorang dai adalah sebagai berikut : (Abdul Aziz, 2005 : 176-384)
1. Memberi keteladanan sebelum berdakwah
Perjalanan hidup Rasulullah Saw (sirah nabawiyah) menceritakan kepada kita tentang kepribadian manusia yang telah dimuliakan oleh Allah SWT, dengan risalah sehingga beliau menjadi tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman bahkan menjadi tokoh idola bagi umat manusia dalam kehidupan baik sebagai pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Mengikat hati sebelum menjelaskan
Sesungguhnya dakwah itu tegak di atas hikmah, yang salah satu maknanya adalah muqtadhal haal (menyesuaikan keadaan) Ali bin Abi Tholib mengatakan : “Sesungguhnya hati manusia itu kadang-kadang menerima dan kadang-kadang menolak, maka apabila hati bawalah dia untuk melakukan nawafil (amalan-amalan sunnah) dan apabila hati itu sedang menolak, maka pusatkanlah (cukupkanlah) untuk melakukan faraidh (yang wajib-wajib)”
3. Mengenal sebelum memberi beban
Abdul Aziz (2000: 294) menyatakan bahwa setiap dakwah harus melampaui tiga tahapan yaitu : (1) tahapan mengenal pola pikir, (2) tahapan pembentukan selaksi pendukung dan kaderisasi serta pembinaan anggota dakwah, (3) tahapan aksi dan aplikasi.
Apabila seorang dai tidak mengetahui tahapan yang sedang dilalui dan dimana dia sedang berinteraksi dengan mad’u niscaya dia akan mencampur adukkan antara yang satu dengan yang lainnya karena setiap marhalah itu memiliki karakter dan tuntunan serta uslub dakwahnya
tersendiri. Meski bisa saja ketiga marhalah tersebut berjalan secarabersamaan artinya saling mendukung. Memang seorang dai itu tugas pokoknya adalah mengenalkan dakwah kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama ia juga harus memilah dan memilih mad’u dan yang sama juga harus mampu mentakwim dan menata meraka dalam lapangan amal.
4. Bertahap dalam pembebanan
Segala perintah dan larangan yang berkaitan dengan salah satu kaidah tashawwur imani masalah negatif aqidah sejak awal Islam bersikap dengan sikap tegas akan tetapi jika perintah dan larangn itu berkaitan dengan tradisi adab atau kondisi sosial yang sulit maka Islam bersikap
lunak dan menyelesaikan masalah itu dengan mudah dan memudahkan.
Bertahap serta mempersiapkan situasi dan kondisi untuk menerapkannya seperti diharamkannya khamar dan minuman keras, perjudian, perbudakan dan yang lain-lainnya. Prinsip tadarruj (bertahap) ini merupakan prinsip-prinsip asasi dalam berdakwah hingga manusia memahami manusia itu sesuai degan kemampuan akalnya dan menerima dengan hatinya (Abdul Aziz, 2000: 295)
5. Memudahkan bukan menyulitkan
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw bersabda :
يسِّرا و َ لاتعسِّرا وبشِّرا و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat orang lari.”(HR. Bukhari)
6. Yang pokok sebelum yang cabang
Seorang dai dalam menyampaikan suatu ceramah hendaknya yang pokok-pokok dahulu atau ibadah-ibadah wajib dahulu sebelum menyampaikan ibadah sunah.
7. Membesarkan hati sebelum memberi ancaman
يسِّرا و َ لا تعسِّرا وبشِّرا و َ لا تنفِّرا (رواه البخارى)
“Permudahkanlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat
orang lari.”(HR. Bukhari)
8. Memahamkan bukan mendekte (asal perintah)
Inilah sebetulnya tugas utama seorang dai yaitu memahamkan umat tentang ajaran-ajaran Islam, bukan hanya mendekte (asal perintah).
9. Mendidik bukan menelanjangi
Seorang dai mempunyai peran yang komplek, biasa sebagai seorang bapak, murobbi dan guru, sehingga dengan bebarapa peran tersebut seorang dai harus bisa mendidik mad’unya (umat), sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
10. Muridnya guru, bukan muridnya buku
Dalam menyampaikan pesan seorang dai rujukan pertama bukanlah buku, tapi ilmu-ilmu yang ia dapatkan dari gurunya.
Diantara kesalahan paling medasar yang dilakukan oleh sebagian dai muda adalah mengambil nash-nash Al Qur’an maupun hadits secara langsung dan berguru kepada buku tanpa merujuk pada orang alim yang membidangi hal itu
(Disadur dari: Muhammad Haezan,"DAKWAH RASULULLAH SAW MENURUT HISTORY ISLAM (Periode Mekah-Madinah)", Skripsi, Jurusan Dakwah dan Komunikas, STAIN Surakarta, 2008. )
Add Comments