Tugas seorang legislatif atau dalam tata negara Indonesia disebut DPR, adalah membuat undang-undang atau hukum. Padahal dalam Islam hanya Allah lah pembuat hukum. Sehingga pada dasarnya seorang muslim yang menjadi bagian legislatif menempatkan dirinya sejajar dengan sang Pembuat Hukum, kecuali jika setiap hukum yang disusunnya berlandaskan pada Al-Qur'an dan sunnah.
Dengan menjadikan Al-Qur'an dan sunnah sebagai rujukan dalam menyusun hukum atau undang-undang, legislator harus mampu memahami kandungan keduanya, sehingga dapat diterapkan sesuai kondisi waktu dan tempat yang ada.
Dalam keilmuan Islam sendiri, seseorang yang hendak membuat keputusan hukum yang sesuai hukum Islam harus mampu terlebih dahulu menguasai ilmu Ushul Fikih, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah penetapan hukum.
Umat Islam sendiri telah memiliki tata aturan dalam masalah amaliyah yang tersusun dalam kitab-kitab fikih yang merupakan hasil ijtihad para ulama. Di mana para Ulama menggunakan Ushul Fikih dalam menetapkannya. Namun yang perlu kita pahami, tidak sembarang orang mampu melakukan ijtihad, hanya para ulama yang benar-benar menguasai keilmuan Islam saja.
Oleh sebab itu, seorang muslim yang hendak mencalonkan diri menjadi bagian legislatif harusnya memahami terlebih dahulu ilmu Ushul Fikih dan Fikih. Dengan demikian saat menyusun undang-undang tidak hanya berlandaskan pada akal semata, karena bagaimanapun akal memiliki keterbatasan. (elf)
Tulisan ini hanyalah opini penulis semata yang masih dangkal ilmunya. Sangat diharapkan komentar yang membangun dari para pembaca sekalian.
Add Comments