Cara Shalat Tarawih Pada Masa Rasulullah dan Masa Sahabat, Serta Pendapat Ulama

Advertisemen

Cara Shalat Tarawih Masa Rasul

Pada Masa Rasulullah saw, shalat malam berjamaah (yang akhirnya disebut tarawih ini) hanya pernah dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini karena Rasul takut umat mengganggap shalat tarawih diwajibkan.

Pada awalnya shalat malam di bulan ramadhan (yang saat ini disebut dengan shalat tarawih) dilaksanakan oleh rasul saw dengan sebagian sahabat secara berjamaah di Masjid Nabawi.

Pada hari ketiga atau keempatnya, Rasul tidak lagi datang ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih jamaah sampai beliau wafat. Jadi pada masa Rasul, shalat malam setelah itu dilakukan secara sendiri-sendiri..

عن عائشة رضي الله عنها قالت: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج ليلةً من جوف الليل فصلَّى في المسجد، وصلَّى رجالٌ بصلاته، فأصبح الناس فتحدثوا، فاجتمع أكثر منهم، فصلَّى فصلُّوا معه، فأصبح الناس فتحدثوا فكثر أهل المسجد من الليلة الثالثة، فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى لصلاته، فلما كانت الليلة الرابعة عجز المسجد عن أهله حتى خرج لصلاة الصبح، فلما قضى الفجر، أقبل على الناس فتشهد ثم قال: ((أما بعد فإنه لم يخف عليَّ مكانكم، ولكني خشيت أن تفترض عليكم فتعجزوا عنها)) فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم والأمر على ذلك.

أخرجه البخاري في كتاب صلاة التراويح، باب فضل من قام رمضان رقم (2012) واللفظ له، ومسلم في كتاب صلاة المسافرين، باب الترغيب في قيام رمضان، رقم (761).

Diriwayatkan dari aisyah -radiyallahu 'anha-:" Sesungguhnya Rasulullah salallahu 'alahi wa salam-   pada suatu malam shalat di masjid maka beberapa orang turut ikut shalat bersama beliau, kemudian beliau shalat pada malam berikutnya & bertambah banyak jumlah mereka, kemudian ketika mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat, rasulullah tidak keluar untuk shalat bersama mereka, ketika pagi telah tiba beliau bersabda : "sesungguhnya aku melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar kepada kalian  ( untuk melakukan shalat ) kecuali aku takut sekiranya perkara ini di fardhukan atas kalian, dan peristiwa itu terjadi pada bulan ramdhan.

عن أبي سلمة بن عبد الرحمن أنه سأل عائشة – رضي الله عنها - : كيف كان صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان ؟ فقالت : ((ما كان يزيد في رمضان ولا في غيره على أحد عشرة ركعة، يصلي أربعاً فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ، ثم يصلى أربعاً فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ، ثم يصلى ثلاثاً . فقلت : يا رسول الله أتنام قبل أن توتر ؟ قال : ((يا عائشة إن عيني تنامان ، ولا ينام قلبي )) . متفق عليه- رواه البخاري في صحيحه المطبوع مع فتح الباري (4/251) كتاب صلاة التراويح ، حديث (2012)ورواه مسلم في صحيحه( 1/509) ،كتاب صلاة المسافرين، حديث رقم (738). .

Dari abu salamah bin abdur Rahman-radiyallahu 'anhu-  sesungguhnya dia bertanya kepada aisyah -radiyallahu 'anha-, " bagaimana shalat Rasulullah salallahu 'alahi wasalam-  pada malam ramadhan ?" maka asiyah menjawab : "beliau tidak menambah bilangan rakaat shalat pada bulan ramdahan atau pada bulan-bulan selainnya lebih dari sebelas raka'at, beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau Tanya mengenai bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau Tanya mengenai bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga rakaat, dan aku bertanya : " Ya Rasulallah apakah engkau tidur sebelum mengerjakan shalat witir ?" beliau menjawab: "wahai aisyah sesungguhnya kedua mataku tidur tetapi hatiku tetap sadar dan terjaga ( HR. Bukhari dalam shahihnya yang di cetak bersama syarahnya fathu al bariy (4/251) dalam kitab shalat at taraawih  hadist no (2012), dan Imam muslim dalam shahihnya (1/509), dalam kitab shalatul musafiriin hadist no (738)).

Cara Shalat Tarawih Pada Masa Rasulullah

Cara Shalat Tarawih Masa Sahabat

Ketika Masa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjabat khalifah, beliau melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjama’ah.

Kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jama’ah dan dipilihlah Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu sebagai imam. (Lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih).

. عن عبد الرحمن بن عبد القادرّي أنه قال :((خرجت مع عمر بن الخطاب-رضي الله عنه- ليلة في رمضان إلى المسجد، فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه ، ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط ، فقال عمر: إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل ، ثم عزم فجمعهم على أُبي بن كعب ، ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم ، قال عمر: نعم البدعة هذه ، والتي ينامون عنها أفضل من التي يقومون -يريد آخر الليل- وكان الناس يقومون أوله )) - رواه مالك في الموطأ (1/114، 115) كتاب الصلاة في رمضان ، حديث رقم (3) . ورواه البخاري في صحيحه المطبوع مع فتح الباري(4/250) كتاب صلاة التراويح ، حديث (2010) . ورواه البيهقي في سننه (2/493) كتاب الصلاة ، باب قيام شهر رمضان 

Diriwayatkan dari Abdur Rahman bin Abdul Qodiriy -radiyallahu 'anhu- bahwasannya dia berkata, " aku keluar bersama dengan umar bin khatab -radiyallahu 'anhu- pada suatu malam di bulan ramdhan ke masjid, tatkala itu manusia berpencar-pencar shalat sendiri-sendiri, ada seorang yang shalat bersamanya sekelompok orang yang shalat yang sama, lalu umar berkata, " sesugguhnya aku berpendapat, seandainya aku kumpulkan orang-orang yang shalat ini pada satu qari ( imam ) akan lebih baik, kemudian beliau bersungguh-sungguhn dengan pendapatnya dan di terima hingga mereka disatukan di bawah pimpinan ( imam ) ubai bin ka'ab, kemudian saya keluar bersama beliau pada malam lainnya dan orang-orang mengerjakan shalat dengan berjama'ah satu imam, berkata umar : " ini adalah  sebaik-baiknya bid'ah ( hal yang baru ),  dan orang yang tidur terlebih dahulu, kemudian bangun di akhir malam lebih baik dari pada orang-orang yang bangun di awal malam (dan tidur di akhir malam) ( HR Malik dalam al muwathaa (114,115) dalam kitab shalat fir ramadhan hadist no (3) dan Bukhari dalam shahihnya yang di cetak bersama syarahnya fathu al bariy (4/250) dalam kitab shalat at taraawih  hadist no (2010), dan al baihaqiy dalam sunannya (2/493) dalam kitab as shalat bab qiyamu syahri ramadhan). 

Berapa rakaat shalat tarawih para sahabat yang diimami oleh Ubay bin Kaab? Hadits tentang kisah itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tidak menjelaskan hal ini. Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Hanya menyebut Rasulullah saw. shalat tarawih berjamaah bersama para sahabat selama tiga malam. Berapa rakaatnya, tidak dijelaskan. Hanya ditegaskan bahwa tidak ada perbedaan jumlah rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Cara Shalat Tarawih Pendapat Ijtihad Para Ulama

Akibat ketidakjelasan jumlah rakaat yang disebut dalam hadits-hadits yang ada, kemudian memunculkan perbedaan jumlah rakaat. Ada yang menyebut 11, 13, 21, 23, 36, bahkan 39. Ada yang berpegang pada hadits ‘Aisyah dalam Fathul Bari, “Nabi tidak pernah melakukan shalat malam lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.”

Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

“Pendapat yang dipilih Abu Abdillah (Imam Ahmad) Rahimahullah pada shalat tarawih adalah dua puluh rakaat. Pendapat seperti ini juga dikatakan Ats-Tsauri, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi’i. Adapun Malik maka mengatakan: Shalat tarawih adalah tiga puluh enam rakaat.” (Al-Mughni, 1/457)

An-Nawawi Rahimahullah berkata:

”Shalat tarawih adalah sunnat menurut kesepakatan para ulama’. Madzhab kami shalat tarawih ada dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam. Ia boleh dikerjakan sendirian atau dengan berjamaah.” (Al-Majmu’, 4/31)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: 

Jika shalat tarawih dilakukan sesuai madzhab Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, dan Ahmad sebanyak dua puluh rakaat, atau seperti madzhab Malik sebanyak tiga puluh enam rakaat, atau sebanyak tiga belas, atau sebelas rakaat, maka seseorang telah mengerjakan yang benar. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Ahmad. Karena tidak ada dalil khusus yang menentukan jumlah rakaat. Sehingga banyak dan sedikitnya rakaat shalat tarawih, tergantung kepada panjang dan pendeknya berdiri ketika membaca surat. (Al-Ikhtiyarat, hlm. 64)

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullahu mengatakan

, “Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan Witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al-Fatawa [22/272]).

As-Suyuthi berkata: 

Yang disebutkan dalam Hadis-Hadis sahih dan hasan, adalah anjuran untuk mengerjakan qiyamullail Ramadhan tanpa membatasinya dengan bilangan rakaat tertentu. Tetapi tidak pernah ada dalil bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat sebanyak dua puluh rakaat. Riwayat yang ada, beliau hanya mengerjakan shalat tarawih selama beberapa malam tanpa menyebutkan bilangannya. Kemudian pada malam keempat beliau tidak keluar rumah karena takut shalat tarawih diwajibkan atas kaum muslimin, sehingga mereka tidak mampu mengerjakannya. Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: Tidak ada Hadis sahih yang menunjukkan Nabi SAW mengerjakan shalat tarawih sebanyak dua puluh rakaat. Adapun riwayat yang menyebutkan beliau pernah shalat dua puluh rakaat, itu riwayat yang sangat lemah. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 27/142-145).

(Diringkaskan dari berbagai sumber online: alsrdaab.com, duniatehnikku.wordpress.com, mualaf.com, wafimarzuqi.wordpress.com)
Advertisemen

Related Posts

Baca Tulisan Lainnya ini